Jika kalian ditanya, apa alas yang kalian gunakan untuk kalian tidur? Sebagian besar dari kalian pasti akan menjawab, kasur, disertai bantal dan guling. Namun jika warga di tiga desa di Sumenep, Madura ini, ditanya demikian, maka mereka akan menjawab "Kami tidur beralaskan pasir".
Ada tiga desa yang menjalankan kebiasaan ini, yang meliputi Desa Legung Timur, Legung Barat dan Dapenda, Kecamatan Batang-Batang. Ketiga desa ini telah menjalani kebiasaan itu secara turun-temurun. Setiap rumah umumnya memiliki satu kamar atau lebih dengan fasilitas kasur pasir, yang menurut mereka dapat menyejukkan sekaligus bisa menghangatkan.
Meski sering disebut dengan istilah kasur pasir, jangan pernah membayangkan tempat tidur ini akan menyerupai sebuah spring bed dengan pasir terbungkus di dalamnya. Pasir-pasir itu disebar dengan ketebalan yang tidak merata, sampai sekitar 30 cm di lantai kamar. Saat semua anggota keluarga beristirahat di kasur pasir, kulit dan pakaian mereka sudah pasti akan berlumuran pasir.
"Saat musim hujan bisa menyejukkan, saat musim kemarau atau panas habis olahraga bisa menyejukkan, enak sekali," kata Edi Masyanto (28) warga Legung Barat kepada merdeka.com, Senin (3/11).
Kasur pasir tidak hanya ditemukan di dalam kamar. Di lingkungan
keluarga yang lebih besar, yang terdiri dari beberapa kepala keluarga
yang masih kerabat, mereka akan menjadikan halaman sebagai kasur pasir
untuk fasilitas bersama. Semua anggota keluarga biasanya bercengkerama
sambil menikmati makan dan minum di atas kasur itu.
Karena sudah
biasa tidur di atas pasir, warga tak pernah merasa khawatir jika pasir
itu akan masuk ke makanan, mata, atau lubang telinga. Mereka mengklaim
bahwa jenis pasir yang mereka gunakan berbeda. Selain itu, mereka juga
rajin mengganti pasir, khususnya saat pasir dirasa sudah terlalu kotor
atau terkena air kencing bayi yang mengompol. Kalaupun menempel di
tubuh, untuk menghilangkannya cukup dikibas-kibas dengan tangan.
Syamsul Arifin (32), warga Legung Barat, menuturkan bahwa pasir yang digunakan sebagai kasur bukan jenis pasir laut yang ada di bibir pantai. Jenis pasirnya lebih halus dan agak berat. Pasir-pasir itu dibeli dari warga yang mengambil dari perkampungan yang agak dalam - yang jauh dari bibir pantai.
"Pasir diambil dari dalam tanah, jadi bukan pasir
permukaan seperti yang di pantai. Dua rengking (wadah berbentuk kotak)
biasanya dibeli Rp 5000, sudah diayak bersih," katanya.
Syamsul
dan semua warga tidak mengetahui sejak kapan kebiasaan tidak lazim itu
mulai dilakukan oleh para leluhur mereka. Tetapi, mereka merasa sudah
menyatu dengan tradisi itu. Saat bepergian jauh, tidak jarang mereka
juga membawa pasir untuk sekadar sebagai syarat mengikuti kebiasaan
leluhur.
"Katanya kalau tidur tidak nyentuh tidak bisa tidur. Ada
yang pergi ke Sukolilo untuk menjemput jamaah haji, membawa satu kresek
untuk alas kaki saja. Nggak bisa tidur katanya," ungkapnya.
Bahkan, warga percaya kalau tidur di atas pasir bisa menyembuhkan
banyak penyakit. "Memang kalau untuk penyakit kulit tak bisa, tidak bisa
masuk kalau sering tidur di atas pasir. Kram atau pegal-pegal saat
tidur itu juga sulit karena permukaan pasir mengikuti bentuk tubuh,"
katanya.
Selain penyakit fisik, warga juga percaya bahwa pasir
bisa menyembuhkan penyakit mistis, seperti santet atau tenung. Mereka
percaya bahwa seseorang yang tidur di atas pasir bisa kebal santet,
karena kasur pasir bisa dijadikan penolak.
"Soalnya ini kan hampir
rata dengan lantai, sedangkan kalau di ranjang kan agak tinggi. Kata
orang pinter, santet itu kan menyerangnya setinggi lutut ke atas.
Sedangkan pasir kan di bawah lutut mas. Ndak bisa masuk," tegasnya.
Menariknya, ada juga kebiasaan melahirkan di atas pasir. Tetapi
sekarang, kebiasaan itu sudah punah dengan munculnya banyak bidan yang
telah menggantikan peran dukun bayi. Seorang peneliti pernah datang ke
desa ini untuk melihat praktik persalinan di atas pasir, namun sayangnya
sekarang sudah tidak ditemukan lagi.
"Dokter spesialis kandungan
datang ke sini ingin meneliti orang melahirkan di atas pasir. Katanya
untuk belajar. Kalau dulu-dulu orang melahirkan memang di pasir. Dulu
orang-orang tidak ke bidan, tapi ke dukun anak. Sekarang sudah tak ada
lagi," terangnya"
sumber : merdeka.com
sumber : merdeka.com
0 Response to "Unik, tiga desa di Sumenep, Madura ini. Tidur beralaskan pasir"
Posting Komentar